Narasumber: Ustadz. KH. Siswanto Soenandar (Ketua PW Muhammadiyah Kaltim)
Perdana di bulan Januari 2016, pengajian rutin diisi oleh KH Siswanto Soenandar. Beliau adalah Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalimantan Timur Periode 2015 - 2020. Pengajian bertempat di Ruang Guru SD Muhammadiyah 2 No 3851/037 Samarinda. Berikut petikan yang isi pengajian dari beliau:
Ketentuan Hukum yang Halal, Haram, dan Syubhat
عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ، وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ، اِسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُبُهَاتِ وَقَعَ فِي اْلحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمَى، أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ، أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
Dari Abu Abdillah an–Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhu beliau berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya
terdapat perkara-perkara syubhat (samar, belum jelas) yang tidak
diketahui oleh kebanyakan orang. Maka barangsiapa yang menjaga (dirinya)
dari syubhat, ia telah berlepas diri (demi keselamatan) agama dan
kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjerumus ke dalam syubhat, ia pun
terjerumus ke dalam (hal-hal yang) haram. Bagaikan seorang penggembala
yang menggembalakan hewan ternaknya di sekitar kawasan terlarang, maka
hampir-hampir (dikhawatirkan) akan memasukinya. Ketahuilah, sesungguhnya
setiap penguasa (raja) memiliki kawasan terlarang. Ketahuilah,
sesungguhnya kawasan terlarang Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya.
Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging.
Apabila segumpal daging tersebut baik, baiklah seluruh tubuhnya, dan
apabila segumpal daging tersebut buruk, buruklah seluruh tubuhnya.
Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim).
Syarah (Penjelasan Hadits):
1. Sabda Nabi saw., “Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat perkara-perkara syubhat (samar, belum jelas) yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang”, mengandung pengertian bahwa segala sesuatu itu terbagi menjadi tiga:
Pertama: Sesuatu yang jelas
halalnya, seperti; biji-bijian, buah-buahan, hewan-hewan ternak. Itu
semua halal jika tidak didapatkan dari cara yang haram.
Kedua: Sesuatu yang jelas haramnya, seperti meminum khamr (minuman keras memabukkan), memakan bangkai, menikahi wanita-wanita yang mahram.
Kedua hal ini diketahui oleh orang-orang khusus (para ulama) ataupun orang-orang awam.
Ketiga: Perkara-perkara syubhat (samar)
yang berkisar antara yang halal dan haram. Ia bukan termasuk hal-hal
yang jelas halalnya, dan bukan pula termasuk hal-hal yang jelas
haramnya. Hal-hal inilah yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang.
Namun, hanya diketahui oleh sebagian mereka.
2. Sabda Nabi saw.,”Maka
barangsiapa yang menjaga (dirinya) dari syubhat, ia telah berlepas diri
(demi keselamatan) agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang
terjerumus ke dalam syubhat, ia pun terjerumus ke dalam (hal-hal yang)
haram. Bagaikan seorang penggembala yang menggembalakan hewan ternaknya
di sekitar kawasan terlarang, maka hampir-hampir (dikhawatirkan) akan
memasukinya. Ketahuilah, sesungguhnya setiap penguasa (raja) memiliki
kawasan terlarang. Ketahuilah, sesungguhnya kawasan terlarang Allah
adalah hal-hal yang diharamkan-Nya.” Ini kembalinya kepada bagian yang ketiga, yaitu perkara-perkara syubhat.
Maka, hendaknya seseorang menjauhinya.
Karena pada hal demikian ini terdapat keselamatan bagi agamanya yang
urusannya berkaitan antara ia dan Allah. Juga terdapat keselamatan bagi
kehormatannya yang hubungannya antara ia dan orang lain. Sehingga,
dengan demikian tidak ada lagi celah dan kesempatan bagi orang lain
untuk mencelanya.
Namun, jika ia menganggap remeh perkara-perkara syubhat ini,
ia pun mungkin akan terjerumus ke dalam perbuatan yang jelas
keharamannya. Dan sungguh Nabi saw.,` telah memberikan sebuah
perumpamaan hal itu bagaikan seorang penggembala yang menggembalakan
hewan ternaknya di sekitar kawasan terlarang.
Maka apabila ia jauh dari kawasan
terlarang tersebut, ia pun akan selamat dalam menggembalakan hewan-hewan
ternaknya. Namun, jika ia dekat-dekat dengan kawasan terlarang
tersebut, dikhawatirkan akan memasukinya berserta hewan-hewan ternaknya,
sedangkan ia tidak menyadarinya.
Yang dimaksud dengan (الْحِمَى) adalah
lahan atau kawasan (khusus) yang subur (yang biasa) dijaga oleh para
penguasa (raja). Mereka melarang orang lain untuk mendekatinya. Maka,
orang yang mengembalakan hewan-hewan ternaknya, ia sudah sangat dekat
dan hampir-hampir memasukinya. Dengan demikian, ia membahayakan dirinya
karena akan dihukum.
Sedangkan, kawasan terlarang Allah adalah hal-hal yang
diharamkan-Nya. Maka wajib bagi setiap orang untuk menjauhinya.
Sehingga, ia pun wajib menjauhi perkara-perkara syubhat yang bisa mengantarkannya kepada perbuatan haram.
3. Sabda Nabi saw., “Ketahuilah,
sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila segumpal
daging tersebut baik, baiklah seluruh tubuhnya, dan apabila segumpal
daging tersebut buruk, buruklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, segumpal
daging itu adalah hati.”
(الْمُضْغَة) adalah sepotong daging
dengan ukuran yang dapat dikunyah. Hal ini mengandung penjelasan
agungnya kedudukan hati dalam tubuh ini. Sebagaimana juga mengandung
penjelasan bahwa hati adalah penguasa seluruh anggota tubuh. Baiknya
seluruh anggota tubuh bergantung pada baiknya hati, dan rusaknya anggota
tubuh bergantung pada rusaknya hati.
4. Imam An-Nawawi berkata, sabda Nabi saw.,
(وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُبُهَاتِ وَقَعَ فِي اْلحَرَامِ) …”dan barangsiapa yang terjerumus ke dalam syubhat, ia pun terjerumus ke dalam (hal-hal yang) haram….”, mengandung dua makna/perkara:
Pertama: Ia terjerumus ke dalam keharaman, namun ia mengira bahwa hal itu tidak haram.
Kedua: Ia mendekati (hampir-hampir) terjerumus ke dalam keharaman. Dan hal ini seperti perkataan (المِعَاصِي بَرِيْدُ الْكُفْرِ) ”Maksiat-maksiat mengantarkan kepada kekafiran.”.
Karena seseorang, jika terjatuh kepada perbuatan menyimpang (maksiat),
ia akan bertahap dan berpindah kepada kerusakan (maksiat) yang lebih
besar dari yang semula. Telah dikatakan, hal ini diisyaratkan oleh ayat,
وَيَقْتُلُونَ الأنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ
“…dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.” (QS. Ali ‘Imran: 112).
Maksudnya, mereka bertahap dalam bermaksiat, sampai akhirnya pada tahapan membunuh para nabi. Dan dalam hadits disebutkan,
لَعَنَ اللَّهُ السَّارِقُ، يَسْرِقُ الْبَيْضَةَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ، وَيَسْرِقُ الْحَبْلَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ
“Allah melaknat pencuri, ia mencuri sebutir telur lalu dipotong tangannya, ia pun mencuri seutas tali lalu dipotong tangannya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah r.a.)
Maksudnya, ia bertahap dalam mencuri, mulai dari mencuri sebutir telur, lalu seutas tali, dan seterusnya.
5. An-Nu’man bin Basyir –radhiyallahu ‘anhuma– termasuk di antara para sahabat kecil. Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, umur beliau baru mencapai delapan tahun. Dan dalam periwayatan hadits ini, ia telah berkata,
: سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ
“Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda”… Hal ini menunjukkan sahnya periwayatan anak kecil mumayyiz (yang
sudah bisa membedakan yang baik dan buruk). Dan segala sesuatu yang ia
dengar (dari Rasulullah) pada masa kecilnya, lalu ia sampaikan tatkala
ia dewasa, maka diterima. Demikian halnya orang kafir yang mendengar
pada saat ia kafir, maka (juga diterima) jika ia menyampaikannya tatkala
ia (sudah menjadi) muslim.
Pelajaran dan Faidah Hadits:
1. Penjelasan pembagian
segala sesuatu dalam syariat ini kepada tiga bagian, halal yang jelas,
haram yang jelas, dan perkara yang samar berkisar di antara keduanya.
2. Sesungguhnya perkara yang syubhat
tidak diketahui oleh mayoritas orang, dan hanya sebagian mereka saja
yang mengetahui hukumnya dengan dalilnya.
3. Meninggalkan perkara yang syubhat sampai (benar-benar) diketahui kehalalannya.
4. Perumpamaan digunakan untuk memahami perkara yang abstrak kepada perkara yang kongkrit.
5. Sesungguhnya seseorang, jika ia
terjatuh ke dalam perkara syubhat, ia akan mudah meremehkan
perkara-perkara yang jelas (haramnya).
6. Penjelasan agungnya kedudukan hati,
dan seluruh anggota tubuh mengikutinya. Seluruh anggota tubuh akan baik
jika hatinya baik, dan akan buruk jika hatinya buruk.
7. Sesungguhnya kerusakan lahir (seseorang) menunjukkan kerusakan batinnya.
8. Berhati-hati (dan menjuhi diri) dari
perkara-perkara syubhat merupakan penjagaan diri terhadap agama
seseorang dari kekurangan, dan penjagaan terhadap harga dirinya dari
celaan-celaan.
***
Referensi: Kitab Fat-hul Qawiyyil Matin fi Syarhil Arba’in wa Tatimmatul Khamsin (Penjelasan 50 Hadits Inti Ajaran Islam), karya Syaikh ‘Abdul Muhsin bin Hamd Al-’Abbad Al-Badr, penerjemah: Ustadz Abu Abdillah Arief Budiman, Lc. (e-book)
Sumber: Ikhtisar di kutip dari sepdhani.wordpress.com